Meningkatkan
Kompetensi Siswa dengan Menerapkan Model TGT
(Team Game Tournament)
pada Materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel
Siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup
GITO,
S.Pd.
Penelitian ini bertujuan untuk menyertakan siswa secara aktif dalam proses
belajar mengajar. Aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran
perlu diketahui dalam pembahasan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Peneliti akan
menggunakan model team game tournament (TGT) dalam proses pembelajaran khusus
dalam materi Sistem
Persamaan Linear Dua Variabel.
Sebagai
tenaga professional, Guru hendaknya senantiasa aktif dan inovatif mencari terobosan-terobosan
yang efektif dalam pengembangan
pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran di kelas menjadi bervariasi
dan tidak membosankan.
Penelitian ini
menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Lokasi penelitian di SMP
Negeri 3 Curup, sebagai populasi penelitian Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Curup,sedangkan
sebagai sampel penelitian adalah siswa kelas VIII.C
SMP Negeri 3 Curup.
Pola pembelajaran yang dikembangkan yaitu penggunaan model team game tournament (TGT pada pembahasan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Berdasarkan hasil
pembelajaran menggunakan model TGT pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
yang dikembangkan dapat meningkatkan Kompetensi dan partisipasi siswa kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup,dari nilai rata-rata : Siklus 1 : 57,91. Siklus 2 : 68.38 dan Siklus 3 : 83.13.
Partisipasi
siswa pada proses belajar meningkat dengan indikator :
69% siswa berani bertanya,
52.5% siswa berani berpendapat,
57% siswa berani memulai pekerjaan dan
82.5% Kebiasaan tidak mencontoh kuis pekerjaan teman .
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Guru sebagai tenaga profesional harus
memfasilitasi dirinya dengan seperangkat pengalaman,ketrampilan dan pengetahuan
tentang keguruan diantaranya metode pembelajaran,serta yang tak kalah
pentingnya menguasai substansi keilmuan yang ditekuninya.
Seorang
guru yang profesional, cerdas dan berkompetensi akan memiliki sejumlah kiat
khusus di dalam kelas, dengan demikian dia akan menjadi “guru yang dirindukan
kehadirannya di kelas”. Kalau demikian halnya seberat apapun materi
pelajaran akan tetap diminati dan dianggap ringan oleh siswa.
Guru merupakan sosok yang keberadaannya tidak dapat
digantikan oleh media atau fasilitas pembelajaran apapun. Kehadiran guru masih
tetap diperlukan,kehadiran guru sebagai sosok yang berdiri di depan kelas.
Guru harus tetap
melaksanakan pembelajaran secara langsung di depan siswa. Oleh karena itu apapun
alasannya guru harus mengajar langsung di depan siswa agar tujuan pembelajaran
yang diharapakan dapat tercapai. Seiring dengan perkembangan jaman, yang
berdampak terhadap perubahan kurikulum pembelajaran,kualitas pembelajaran perlu
selalu ditingkatkan. Keadaan tersebut dapat dimulai dengan peningkatan
kompetensi para guru, baik dalam menyampaikan
materi, menggunakan metode dan teknik mengajar yang tepat,menggunakan media
pembelajaran maupun kebutuhan peserta didik.
Guru yang profesional pada hakekatnya adalah
mampu menyampaikan materi pembelajaran secara tepat sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik.
Namun demikian untuk mencapai ke arah tersebut perlu berbagai latihan,penguasaan
dan wawasan dalam pembelajaran, termasuk salah satunya menggunakan model dan
metode pembelajaran yang tepat.
Dalam pembelajaran matematika, guru
tidak cukup terfokus
hanya pada satu model dan metode tertentu saja. Guru perlu mencoba menerapkan
berbagai model dan metode yang sesuai dengan tuntutan materi pembelajaran,termasuk
dalam penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok.
Pemilihan model dan metode yang tepat tersebut akan dapat
meningkatkan pencapaian hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil belajar matematika
di SMP Negeri 3 Curup hasil belum maksimal,dalam
setiap ulangan blok rata-rata baru 35% yang dapat tuntas. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa
metode belajar kelompok perlu diterapkan dan dikembangkan guru
dengan terlebih dahulu menguasai strategi atau
langkah-langkahnya. Metode pembelajaran,termasuk metode belajar kelompok merupakan
variasi guru dalam melaksanakan pembelajaran selain yang konvensional dalam bentuk ceramah.
Guru perlu secara cermat memilih materi
yang tepat untuk menggunakan metode belajar ini, sehingga hasil belajar
siswa lebih optimal. Keberadaan
penerapan metode belajar kelompok untuk mata pelajaran matematika sangat
diperlukan. Para siswa dapat saling sharing pengetahuan dalam pengambilan keputusan
untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.
Keadaan tersebut memberikan manfaat sebagai pengalaman
belajar yang nyata bagi para siswa apalagi mata pelajaran matematika secara
keseluruhan lebih menekankan kepada praktik dibandingkan dengan hanya memahami
konsep secara abstrak saja.
Untuk membantu memecahkan masalah
tersebut,maka peneliti mencoba melakukan pendekatan pembelajaran yang lebih kongkrit pada kompetensi sistem persamaan linear dua variabel dengan membuat:
1.
Merancang model pembelajaran yang menuntut
siswa lebih aktif dan kreatif.
2.
Menggunakan Metode pembelajaran yang memuntut
peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
3.
Alat uji berupa lembar kerja siswa yang valid
dengan petujuk yang jelas.
Peneliti berharap dengan membuat hal tersebut
di atas,siswa semakin tertarik untuk ikut secara aktif dalam proses pembelajaran.
1.2
Rumusan Masalah
Dari
uraian di atas maka ada beberapa hal yang hendaknya menjadi perhatian kita
selaku tenaga pendidik,diantaranya:
1.
Sebagai Guru, sudahkah kita mampu sepenuhnya
menguasai kelas yang kita asuh ? sehingga mampu mengantarkan anak didik kita
mencapai hasil belajar yang optimal.
2.
Sebagai tenaga profesional, sudahkah kita memfasilitasi
diri dengan seperangkat pengalaman, keterampilan dan pengetahuan tentang
keguruan, dedaktik – metodik ?
3.
Sebagai tenaga pendidik , sudahkah kita menguasai
sepenuhnya substasi keilmuan yang kita tekuni ?
4.
Sebagai tenaga pengajar, mampukah kita memilih
metode pembelajaran yang tepat sehingga suasana belajar dapat kita bangun
dengan harmonis, komunikatif, aktif dan dapat menumbuhkembangkan daya kreativitas
siswa selaku peserta didik .
Untuk menjawab berbagai
pertanyaan di atas , Penulis akan merumuskan permasalahan dalam penelitian ini
sebagai berikut :
1.Apakah
dengan penerapan Model Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan
hasil belajar siswa mata pelajaran Matematika,materi Sistem persamaan
linear
dua variabel
pada siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3
Curup ?
1.3
Tujuan dan manfaat
Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kompetensi Sistem persamaan linear dua variabel pada siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup Kabupaten
Rejang Lebong Tahun Pelajaran 2008/2009. Dan untuk mengetahui sejauh mana Model Team Game Tournament (TGT) dapat
meningkatkan kompetensi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.
1.3.2 Manfaat penelitian
Hasil
penelitian ini sangat bermanfaat bagi guru untuk inovasi pembelajaran, juga
memudahkan guru dalam membimbing siswa, terutama siswa yang memiliki kemampuan
bervariasi pada pelajaran matematika.
Bagi
siswa pembelajaran dengan Model Team Game Tournament (TGT) merupakan variasi pembelajaran yang
menyenangkan yang dapat menumbuhkan aktivitas dan kreativitas siswa,sehingga
dapat meningkatkan kemampuan siswa pada kompetensi Sistem persamaan linear dua variabel.
1.4 Kerangka Konseptual
1.4.1 Hakekat Belajar Mengajar
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi
yang ada di sekitar individu.
Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman.
Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks karena itu
belajar sangat sulit untuk diamati,sebab meskipun dari luar kelihatan belum
belajar, namun dapat saja siswa tersebut telah memperoleh sesuatu yang banyak dari lingkungannya, kondisi tersebut menunjukkan
siswa itu sudah belajar.
Skinner (Dimyati
2002:34) mengemukakan“belajar adalah suatu perilaku”. Pada saat orang belajar, maka
aktivitas yang baik menjadi meningkat, sebaliknya apabila orang tersebut
tidak belajar, maka aktivitas yang
baik menjadi menurun. Dalam belajar diperoleh beberapa hal yaitu kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan aktivitas
belajar serta konsekuensi yangbersifat menguatkan aktivitas belajar
tersebut.
Sedangkan Gagne (Dimyati 2002:40)mengemukakan “belajar merupakan kegiatan yang
kompleks”. Hasil belajar merupakan
kapabilitas. Orang setelah belajar
memiliki keterampilan, pengetahuan,sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas
tersebut adalah dari simulasi yang berasal dari lingkungan serta proses kognitif yang dilakukan oleh orang yang belajar.
Sementara
itu Winkel (Darsono 2001:4) mengemukakan “belajar adalah suatu aktivitas mental
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan dalam
pengetahuan-pengetahuan keterampilan dannilai
sikap”. Dengan demikian belajar merupakan hasil interaksi antara individu dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan kemampuan tingkah laku dan keterampilan
ke arah yang lebih baik.
Selanjutnya secara lebih rinci Ausubel(Muryati
2003:12) mengemukakan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut :
a.Berhubungan
dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan
kepada siswa melalui penerimaan atau
penemuan.
b.Menyangkut cara bagaimana siswa
dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
kognitif
yang merupakan fakta-fakta, konsep-konsep dangeneralisasi yang telah dipelajari
dan diingat oleh siswa yang telah ada.Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar
mengajar
merupakaninteraksi
antara siswa dan guru di dalam kelas untuk
melaksanakan prosespembelajaran
sehubungan dengan materi tertentu.
1.4.2 Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan alat untuk melihat kemajuan
belajar siswa dalam penguasaan
materi pengajaran yang telah dipelajarinya
sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil
belajar peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor. Makna dari belajar adalah perubahan yang relatif menetap ,terjadi
dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai
hasil pengalaman.
TutiSukamto (1997 : 8) berpendapat bahwa belajar dapat
didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Belajar merupakan suatu proses
yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku karena adanya
reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau karena proses yang terjadi secara
internal di dalam diri seseorang.
1.4.3 Pembelajaran Kelompok
Teknik
pembelajaran kelompok merupakan salah satu strategi belajar mengajar, di mana
siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi
beberapa kelompok kecil.
Setiap
kelompok terdiri dari 3 sampai dengan 5
siswa, mereka bekerjasama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan
tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan
guru.
(Robert L. Cilstrap dan William R. Martin dalam Roestiyah
2001:45) :Kerja
kelompok adalah kegiatan sekelompok
siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang
diorganisir untuk kepentingan belajar, di mana keberhasilan kelompok ini
menuntut kegiatan yang kooperatif dari individu anggota kelompok tersebut .
Sedangkan
Dimyati dan Mudjiono (2002:34) mengemukakan kerja kelompok berarti kerja
kepemimpinan dan keterpimpinan yang perlu dipelajari siswa untuk bekal
dalam kehidupannya nanti”.
Selanjutnya
secara lebih lengkap Burton(Nasution
2000:56) menjelaskan “kerja kelompok ialah cara individu mengadakan relasi dan
kerjasama dengan individu lain untuk bekerja sama. Relasi di dalam kelompok demokratis artinya
setiap individu berpartisipasi, ikut serta secara aktif danturut
bekerjasama, sehingga individu akan memperoleh hasil belajar yang lebih
baik dan mengalami perubahan sikap”.
Keuntungan yang diperoleh dari adanya pembelajaran dengan pendekatan kelompok
adalah sebagai berikut :
a). Siswabertanggung
jawab terhadap proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki
usaha yang lebih besar
untuk berprestasi,
b). Siswa mengembangkan
keterampilan berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis,
c). Terjadinya hubungan yang
positif antar
siswa.
Dengan
demikian pembelajaran kelompok berhubungan dengan proses belajar yang
dilakukan siswa secara bersama-sama melalui komunikasi interaktif dengan
dipimpin oleh seorang pemimpin untuk memecahkan permasyalahan yang dihadapi sehubungan dengan materi pelajaran.
1.4.4 Model Pembelajaran CL Tipe TGT
Model
pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih banyak dipilih karena waktu relatif lebih singkat
dan cara melakukannya relatif lebih
mudah dibanding STAD dan Jigsaw. Untuk kelas-kelas di Indonesia,
fase-fase TGT dikembangkan dari empat menjadi delapan, sebagai berikut :
Fase
1 :
Penjelasan guru (Teacher presentation). Pada fase ini, guru menyampaikan
tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang
dibagikan kepada kelompok.
Fase
2 : Pembagian kelompok Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok
berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) siswa dari pretest atau
ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras.
Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin, 1998). Jumlah anggota kelompok dapat juga
dikembangkan menjadi 5 orang.
Fase
3 : Kerja kelompok (Team study) Setelah
menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama dalam kelompok
masing-masing, diskusi, praktikum atau menjawab soal-soal pada LKS.
Fase
4 : Bimbingan kelompok/ kelas
(Scafolding) Guru membimbing kerja kelompok,
mengamati psikomotorik dan sikap siswa secara individual dalam kerja
kelompok
Fase
5 :
Tournament (Quizzes )Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes).
Jumlah soal turnamen antara 5 – 10 butir soal.
Aturan main tournamen model TGT
adalah sebagai berikut :
1.Setiap kelompok menentukan salah satu anggota sebagai
Reader (pembaca soal kuis turnamen) pertama dan pembaca kunci jawaban. Pembaca soal ke dua, ke tiga dan seterusnya
digilir berurutan searah dengan putaran jarum jam. Pembaca kunci jawaban
adalah siswa yang posisi duduknya di sebelah kanan reader.
2.Kesempatan pertama menjawab soal kuis turnamen diberikankepada reader, selanjutnya giliran
menjawab bagi anggota kelompok yang lain
searah putaran jarum jam.
3. Jika semua anggota kelompok menjawab benar, siswa yang memperoleh
point adalah siswa pertama yang menjawab benar.
4.Turnamen berlanjut, sampai semua soal sudah dibacakan.Kemudian perolehan skor
masing-masing anggota dihitung berdasarkan
jumlah jawaban benar sekaligus untuk perhitungan skor kelompok
Fase
6: Validation Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci jawaban kuis. Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap
materi pembelajaran.
Fase
7 : Penghargaan kelompok (Team recognition) Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok,kemudian
diadakan rekapitulasi nilai dan ditentukan skor kelompok menggunakan Tabel.
1.4.5 Kerangka Berpikir
Penerapan
metode belajar kelompok yang dilakukan guru untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa merupakan bentuk
kreativitas dalam mengajar. Melalui metode
ini siswa saling berinteraksi dalam mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah bersama.
Setiap ide yang dimiliki siswa dituangkan,ditampung untuk
dilanjutnya dimodifikasi sebagai ide bersama dalam menyelesaikan permasalahan.
Adanya
metode belajar kelompok menjadikan aktivitas belajar siswa menjadi lebih tinggi.
Untuk kelancaran penerapan metode ini guru perlu
mengeliminer dominasi beberapa siswa,
sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih merata. Secara sederhana penerapan
metode belajar diskusi untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa dapat
digambarkan dalam bentuk kerangka berpikir sebagaiberikut :
Berdasarkan
gambar tersebut dapat ditelaah bahwa secara bersama-sama guru dan siswa
melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) dengan posisi guru sebagai
pengajar dan siswa sebagai subjek didik.
Selama proses pembelajaran terjadi,
guru menggunakan metode pembelajaran yang disebut sebagai metode belajar
kelompok. Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Dengan adanya penggunaan metode
tersebut pada akhirnya diharapkan kualitas
pembelajaran menjadi lebih baik, sehingga siswa memperoleh hasil belajaryang maksimal dalam belajarnya
1.4.6 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan konsep tersebut, maka peneliti mengemukakan
hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut. “Penerapan model TGT dapat
meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran
Matematika kompetensi dasar Sistem
persamaan linear dua variabel pada siswa
Kelas VIII.C Semester 1 SMP Negeri 3 Curup Tahun Pelajaran 2008/ 2009”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar