Yogyakarta (29/06) Guru yang hendak naik pangkat per Oktober 2013 wajib memiliki angka kredit dari publikasi ilmiah dan atau karya inovatif. Kewajiban ini harus dilaksanakan bagi guru yang hendak naik pangkat dari mulai golongan ruang III/b ke III/c dan diatasnya. Dulu hanya guru yang hendak naik golongan ruang dari IV/a ke IV/b saja yang wajib memiliki angka kredit dari unsur pengembangan profesi.
Sebenarnya kewajiban ini sudah diatur dalam Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, namun kemudian pelaksanaan ditunda hingga tahun 2013 sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010. Alasan penundaan ini karena perangkat pelaksanaan jabatan fungsional guru dan angka kreditnya belum selesai.
Kini setelah masa penundaan habis, maka untuk periode kenaikan pangkat Oktober 2013 guru wajib memiliki publikasi ilmiah dan atau karya inovatif bagi yang akan naik pangkat dari III/b ke III/c (4 poin), III/c ke III/d (6 poin), III/d ke IV/a (8 poin), IV/a ke IV/b (12 poin), IV/b ke IV/c (12 poin), IV/c ke IV/d (14 poin), dan IV/d ke IV/e (20 poin). Sedangkan kenaikan dari III/a ke III/b belum diwajibkan mengumpulkan angka kredit dari publikasi ilmiah dan atau karya inovatif.
Permendiknas Nomor 35 Tahun 2010 dalam pasal 4 diatur bahwa penilaian kinerja guru efektif mulai berlaku 1 Januari 2013, guru yang mengajukan kenaikan pangkat periode April 2013 belum menggunakan pola penilaian kinerja guru karena daftar usulan penetapan angka kredit diajukan pada bulan Desember 2012.
Selama ini jabatan guru dikenal sebagai jabatan fungsional yang cepat naik pangkat, sebagian besar guru  naik pangkat dalam kurun waktu dua tahun. Namun biasanya akan parkir di golongan IV/a, karena tidak bisa mengumpulkan syarat angka kredit pengembangan profesi.
Kini, ketika kesejahteraan guru mulai mendapatkan perhatian dengan diberikan tunjangan profesi maka tuntutan profesionalisme guru semakin mengemuka. Kewajiban publikasi ilmiah atau karya inovatif bukanlah bermaksud untuk menghambat karier guru, namun justru sebagai upaya meningkatkan profesionalisme guru. Hanya guru yang mampu mengembangkan profesionalismenya melalui publikasi karya ilmiah atau karya inovatif yang bisa melenggang naik pangkat.  Karena guru bekerja sebagai pembelajaran, artinya guru bekerja di dunia keilmuan maka ia harus mampu melakukan publikasi ilmiah atau karya inovatif sebagai upaya pengembangan kualitas pembelajaran yang dilakukan.
Publikasi karya ilmiah dan atau karya inovatif merupakan bagian dari pengembangan keprofesian berkelanjutan. Selain publikasi karya ilmiah dan atau karya inovatif, yang termasuk  pengembangan keprofesian berkelanjutan adalah pengembangan diri.
Publikasi karya ilmiah guru meliputi:
  1. Laporan hasil penelitian, diseminarkan di sekolahnya, disimpan di perpustakaan.
  2. Tinjauan  ilmiah, tidak diterbitkan,  disimpan di perpustakaan.
  3. Artikel Ilmiah Populer dimuat di media masa tingkat nasional/provinsi
  4. Artikel Ilmiah dimuat di jurnal tingkat nasional/propvinsi/kabupaten/kota
  5. Buku  pelajaran yang lolos BSNP/ber-ISBN/belum ber-ISBN
  6. Modul/diktat tingkat  Provinsi/ kota/kabupaten/ sekolah/madrasah
  7. Buku pendidikan ber-ISBN/belum ber-ISBN.
  8. Karya hasil terjemahan
  9. Buku pedoman guru (rencana kegiatan guru tahunan)
Sedangkan karya inovatif yang dapat diajukan sebagai angka kredit adalah:
  1. menemukan teknologi tepat guna;
  2. menemukan/menciptakan karya seni;
  3. membuat/memodifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum; dan
  4. mengikuti pengembangan penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya.
Persoalan pokok yang dihadapi oleh guru, dan masyarakat Indonesia pada umumnya, adalah budaya membaca dan menulis kita masih rendah. Adanya kewajiban publikasi ilmiah dan atau karya inovatif diharapkan bisa meningkatkan kegiatan keberaksaraan (baca: membaca dan menulis) menjadi lebih bergairah. Karena tingginya tingkat keberaksaraan akan linier dengan tingginya peradaban serta penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
Nah, guru sebagai agen pembelajar harus memiliki kegiatan keberaksaraan yang tinggi, karenanya didorong melalui pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam bingkai pengajuan angke kredit jabatan guru.