Sabtu, 18 Februari 2012

PTK Matematika

Meningkatkan Kompetensi Siswa dengan Menerapkan Model TGT
(Team Game Tournament)
pada Materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel
Siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup
Tahun 2008


GITO, S.Pd. Penelitian ini bertujuan untuk menyertakan siswa secara aktif dalam proses belajar mengajar. Aktivitas dan kreativitas siswa dalam proses pembelajaran perlu diketahui dalam pembahasan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Peneliti akan menggunakan model team game tournament (TGT) dalam proses pembelajaran khusus dalam materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Sebagai tenaga professional, Guru hendaknya senantiasa aktif dan inovatif mencari terobosan-terobosan yang efektif dalam pengembangan  pembelajaran di kelas, sehingga pembelajaran di kelas menjadi bervariasi dan tidak membosankan.
                                                   
Penelitian ini menggunakan desain Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Lokasi penelitian di SMP Negeri 3 Curup, sebagai populasi penelitian Siswa kelas VIII SMP Negeri 3 Curup,sedangkan sebagai sampel penelitian adalah siswa kelas VIII.C
SMP Negeri 3 Curup.
Prosedur penelitian melalui tahapan : Perencanaan , Observasi, Refleksi, dan Analisis. Observer adalah guru Matematika teman sejawat. Penelitian dilakukan dalam tiga siklus.


Pola pembelajaran yang dikembangkan yaitu penggunaan model team game tournament (TGT pada  pembahasan materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel.
Berdasarkan hasil pembelajaran menggunakan model TGT pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel yang dikembangkan dapat meningkatkan Kompetensi dan partisipasi siswa kelas VIII.C  SMP Negeri 3 Curup,dari nilai rata-rata : Siklus 1 : 57,91. Siklus 2 : 68.38  dan Siklus 3 : 83.13.
Partisipasi  siswa pada proses belajar meningkat dengan indikator :
69% siswa berani bertanya,
52.5% siswa berani berpendapat,
57% siswa berani memulai pekerjaan dan
82.5% Kebiasaan tidak mencontoh kuis pekerjaan teman .

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

   Guru sebagai tenaga profesional harus memfasilitasi dirinya dengan seperangkat pengalaman,ketrampilan dan pengetahuan tentang keguruan diantaranya metode pembelajaran,serta yang tak kalah pentingnya menguasai substansi keilmuan yang ditekuninya.
Seorang guru yang  profesional, cerdas  dan berkompetensi akan memiliki sejumlah kiat khusus di dalam kelas, dengan demikian dia akan menjadi “guru yang dirindukan kehadirannya di kelas”. Kalau demikian halnya seberat apapun materi pelajaran akan tetap diminati dan dianggap ringan oleh siswa.
Guru merupakan sosok yang keberadaannya tidak dapat digantikan oleh media atau fasilitas pembelajaran apapun. Kehadiran guru masih tetap diperlukan,kehadiran guru sebagai sosok yang berdiri di depan kelas.
 Guru harus tetap melaksanakan pembelajaran secara langsung di depan siswa. Oleh karena itu  apapun alasannya guru harus mengajar langsung di depan siswa agar tujuan pembelajaran yang diharapakan dapat tercapai. Seiring dengan perkembangan jaman, yang berdampak terhadap perubahan kurikulum pembelajaran,kualitas pembelajaran perlu selalu ditingkatkan. Keadaan tersebut dapat dimulai dengan peningkatan kompetensi para guru, baik dalam menyampaikan materi, menggunakan metode dan teknik mengajar yang tepat,menggunakan media pembelajaran maupun kebutuhan peserta didik.
 Guru yang profesional pada hakekatnya adalah mampu menyampaikan materi pembelajaran secara tepat sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Namun demikian untuk mencapai ke arah tersebut perlu berbagai latihan,penguasaan dan wawasan dalam pembelajaran, termasuk salah satunya menggunakan model dan metode pembelajaran yang tepat.
Dalam pembelajaran matematika, guru tidak cukup terfokus hanya pada satu model dan metode tertentu saja. Guru perlu mencoba menerapkan berbagai model dan metode yang sesuai dengan tuntutan materi pembelajaran,termasuk dalam penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode belajar kelompok.
Pemilihan model dan metode yang tepat tersebut akan dapat meningkatkan pencapaian hasil belajar sesuai dengan yang diharapkan.
Hasil belajar matematika di SMP Negeri 3 Curup hasil  belum maksimal,dalam setiap ulangan blok rata-rata baru 35% yang dapat tuntas. Berdasarkan kondisi tersebut menunjukkan bahwa metode belajar kelompok perlu diterapkan dan dikembangkan guru dengan terlebih dahulu menguasai strategi atau langkah-langkahnya. Metode pembelajaran,termasuk metode belajar kelompok merupakan variasi guru dalam melaksanakan pembelajaran selain yang konvensional dalam bentuk  ceramah.
Guru perlu secara cermat memilih materi yang tepat untuk menggunakan metode belajar ini, sehingga hasil belajar siswa lebih optimal. Keberadaan penerapan metode belajar kelompok untuk mata pelajaran matematika sangat diperlukan. Para siswa dapat saling sharing pengetahuan dalam pengambilan keputusan untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.
 Keadaan tersebut memberikan manfaat sebagai pengalaman belajar yang nyata bagi para siswa apalagi mata pelajaran matematika secara keseluruhan lebih menekankan kepada praktik dibandingkan dengan hanya memahami konsep secara abstrak saja.
Untuk membantu memecahkan masalah tersebut,maka peneliti mencoba melakukan pendekatan pembelajaran yang lebih        kongkrit pada kompetensi sistem persamaan linear dua variabel  dengan membuat:

1.      Merancang model pembelajaran yang menuntut siswa lebih aktif dan kreatif.
2.      Menggunakan Metode pembelajaran yang memuntut peserta didik lebih aktif dan kreatif dalam proses pembelajaran.
3.      Alat uji berupa lembar kerja siswa yang valid dengan petujuk yang jelas.
Peneliti berharap dengan membuat hal tersebut di atas,siswa semakin tertarik untuk ikut secara aktif dalam proses pembelajaran.

1.2  Rumusan Masalah

Dari uraian di atas maka ada beberapa hal yang hendaknya menjadi perhatian kita selaku tenaga pendidik,diantaranya:
1.      Sebagai Guru, sudahkah kita mampu sepenuhnya menguasai kelas yang kita asuh ? sehingga mampu mengantarkan anak didik kita mencapai hasil belajar yang optimal.
2.      Sebagai tenaga profesional, sudahkah kita memfasilitasi diri dengan seperangkat pengalaman, keterampilan dan pengetahuan tentang keguruan, dedaktik –  metodik ?
3.      Sebagai tenaga pendidik , sudahkah kita menguasai sepenuhnya substasi keilmuan yang kita tekuni ?
4.      Sebagai tenaga pengajar, mampukah kita memilih metode pembelajaran yang tepat sehingga suasana belajar dapat kita bangun dengan harmonis, komunikatif, aktif dan dapat menumbuhkembangkan daya kreativitas siswa selaku peserta didik .
Untuk menjawab berbagai pertanyaan di atas , Penulis akan merumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut :
1.Apakah dengan penerapan Model Team Game Tournament (TGT) dapat meningkatkan  
   hasil belajar siswa mata  pelajaran Matematika,materi Sistem persamaan linear
   dua  variabel  pada siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup ?

1.3  Tujuan dan manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang kompetensi Sistem persamaan linear dua variabel   pada siswa Kelas VIII.C SMP Negeri 3 Curup Kabupaten Rejang Lebong Tahun Pelajaran 2008/2009. Dan untuk mengetahui sejauh mana Model Team Game Tournament (TGT)   dapat meningkatkan kompetensi dan partisipasi siswa dalam pembelajaran.

1.3.2 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini sangat bermanfaat bagi guru untuk inovasi pembelajaran, juga memudahkan guru dalam membimbing siswa, terutama siswa yang memiliki kemampuan bervariasi pada pelajaran matematika.
Bagi siswa  pembelajaran dengan Model Team Game Tournament (TGT)   merupakan variasi pembelajaran yang menyenangkan yang dapat menumbuhkan aktivitas dan kreativitas siswa,sehingga dapat meningkatkan kemampuan  siswa  pada kompetensi Sistem persamaan linear dua variabel.

1.4  Kerangka Konseptual

1.4.1  Hakekat Belajar Mengajar
Belajar merupakan proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses yang dirancang dan diarahkan untuk mencapai tujuan dengan berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar merupakan tindakan dan perilaku siswa yang sangat kompleks karena itu belajar sangat sulit untuk diamati,sebab meskipun dari luar kelihatan belum belajar, namun dapat saja siswa tersebut telah memperoleh sesuatu yang  banyak dari lingkungannya, kondisi tersebut menunjukkan    siswa itu sudah belajar.
 Skinner (Dimyati 2002:34) mengemukakan“belajar adalah suatu  perilaku”. Pada saat orang belajar, maka aktivitas yang baik menjadi meningkat, sebaliknya apabila orang tersebut tidak belajar, maka aktivitas yang baik menjadi menurun. Dalam belajar diperoleh beberapa hal yaitu kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan aktivitas belajar serta konsekuensi yangbersifat menguatkan aktivitas belajar tersebut.
 Sedangkan Gagne (Dimyati 2002:40)mengemukakan “belajar merupakan kegiatan yang kompleks”. Hasil belajar  merupakan kapabilitas.  Orang setelah belajar memiliki keterampilan, pengetahuan,sikap dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari simulasi yang berasal dari lingkungan serta proses kognitif yang dilakukan oleh orang yang belajar.
Sementara itu Winkel (Darsono 2001:4) mengemukakan “belajar adalah suatu aktivitas mental psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan
yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pengetahuan keterampilan dannilai sikap”. Dengan demikian belajar merupakan hasil interaksi antara individu dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan kemampuan tingkah laku dan keterampilan ke arah yang lebih baik.
 Selanjutnya secara lebih rinci Ausubel(Muryati 2003:12) mengemukakan belajar dapat diklasifikasikan ke dalam dua dimensi, yaitu sebagai berikut  :
                a.Berhubungan dengan cara informasi atau materi pelajaran disajikan
   kepada siswa melalui penerimaan atau penemuan.
b.Menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu pada struktur
    kognitif yang merupakan fakta-fakta, konsep-konsep dangeneralisasi yang telah dipelajari
    dan diingat oleh siswa yang telah ada.Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa belajar
    mengajar merupakaninteraksi antara siswa dan guru di dalam kelas untuk
   melaksanakan prosespembelajaran sehubungan dengan materi tertentu.

1.4.2  Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan alat untuk melihat kemajuan belajar siswa dalam penguasaan materi  pengajaran yang telah dipelajarinya sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh banyak faktor. Makna dari belajar  adalah perubahan yang relatif menetap ,terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai hasil pengalaman.
TutiSukamto (1997 : 8) berpendapat bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai setiap perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan terjadi sebagai hasil latihan atau pengalaman. Belajar merupakan suatu proses yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku karena adanya reaksi terhadap suatu situasi tertentu atau karena proses yang terjadi secara internal di dalam diri seseorang.
1.4.3  Pembelajaran Kelompok

Teknik pembelajaran kelompok merupakan salah satu strategi belajar mengajar, di mana siswa di dalam kelas dipandang sebagai suatu kelompok atau dibagi menjadi beberapa kelompok kecil.
Setiap kelompok terdiri dari 3 sampai dengan 5 siswa, mereka bekerjasama dalam memecahkan masalah atau melaksanakan tugas tertentu dan berusaha mencapai tujuan pengajaran yang telah ditentukan guru.  
(Robert L. Cilstrap dan William R. Martin dalam Roestiyah 2001:45) :Kerja kelompok  adalah kegiatan sekelompok siswa yang biasanya berjumlah kecil, yang diorganisir untuk kepentingan belajar, di mana keberhasilan kelompok ini menuntut kegiatan yang kooperatif dari individu anggota kelompok tersebut .
Sedangkan Dimyati dan Mudjiono (2002:34) mengemukakan kerja kelompok berarti kerja kepemimpinan dan keterpimpinan yang perlu dipelajari siswa untuk bekal dalam kehidupannya nanti”.
Selanjutnya secara lebih lengkap Burton(Nasution 2000:56) menjelaskan “kerja kelompok ialah cara individu mengadakan relasi dan kerjasama dengan individu lain untuk bekerja sama.  Relasi di dalam kelompok demokratis artinya setiap individu berpartisipasi, ikut serta secara aktif danturut bekerjasama, sehingga individu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dan mengalami perubahan sikap”. Keuntungan yang diperoleh dari adanya pembelajaran dengan pendekatan kelompok adalah sebagai berikut :
 a). Siswabertanggung jawab terhadap proses belajarnya, terlibat secara aktif dan memiliki
                      usaha yang lebih besar untuk berprestasi,
               b). Siswa mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi dan berfikir kritis,
              c). Terjadinya hubungan yang positif antar siswa.
Dengan demikian pembelajaran kelompok berhubungan dengan proses belajar  yang dilakukan siswa secara bersama-sama melalui komunikasi interaktif dengan dipimpin oleh seorang pemimpin untuk memecahkan permasyalahan yang dihadapi sehubungan dengan materi pelajaran.

1.4.4  Model Pembelajaran CL Tipe TGT

Model pembelajaran kooperatif melalui suatu turnamen, lebih banyak dipilih karena waktu relatif  lebih  singkat dan cara melakukannya relatif  lebih mudah dibanding STAD dan Jigsaw. Untuk kelas-kelas di Indonesia, fase-fase TGT dikembangkan dari empat menjadi delapan, sebagai berikut :
Fase 1  : Penjelasan guru (Teacher presentation). Pada fase ini, guru menyampaikan tujuan pembelajaran, pokok materi dan penjelasan singkat tentang LKS yang dibagikan kepada kelompok.
Fase 2  : Pembagian kelompok Guru membagi kelas menjadi kelompok-kelompok berdasarkan kriteria kemampuan (prestasi) siswa dari pretest atau ulangan harian sebelumnya, jenis kelamin (gender), etnik dan ras.
 Tiap kelompok beranggotakan 2 – 4 orang (Slavin, 1998).  Jumlah anggota kelompok dapat juga dikembangkan menjadi 5 orang.
Fase 3  : Kerja kelompok (Team study) Setelah menerima LKS dari guru, siswa bekerjasama  dalam kelompok masing-masing, diskusi, praktikum atau menjawab soal-soal pada LKS.
Fase 4  : Bimbingan kelompok/ kelas (Scafolding) Guru membimbing kerja kelompok, mengamati psikomotorik dan sikap siswa secara individual dalam kerja kelompok 
Fase 5  : Tournament (Quizzes )Guru membagikan lembar soal tournament (quizzes). Jumlah soal turnamen antara 5 – 10 butir soal.
Aturan main tournamen model TGT adalah sebagai berikut :
1.Setiap kelompok menentukan salah satu anggota sebagai Reader (pembaca soal kuis turnamen)  pertama dan pembaca kunci jawaban.  Pembaca soal ke dua, ke tiga dan seterusnya digilir berurutan searah dengan putaran jarum jam. Pembaca kunci jawaban adalah siswa yang posisi duduknya di sebelah kanan reader.
2.Kesempatan pertama menjawab soal kuis turnamen diberikankepada reader, selanjutnya giliran menjawab bagi anggota kelompok yang lain searah putaran jarum jam.
3. Jika semua anggota kelompok menjawab benar, siswa yang memperoleh point adalah siswa pertama yang menjawab benar.
4.Turnamen berlanjut, sampai semua soal sudah dibacakan.Kemudian perolehan skor masing-masing anggota dihitung berdasarkan jumlah jawaban benar sekaligus untuk perhitungan skor kelompok 
Fase 6: Validation Guru melakukan validasi, penjelasan tentang soal dan kunci  jawaban kuis.  Tujuannya adalah memperkuat pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran.
Fase 7  : Penghargaan kelompok (Team recognition) Setelah diperoleh skor tiap anggota pada masing-masing kelompok,kemudian diadakan rekapitulasi nilai dan ditentukan skor kelompok menggunakan Tabel.

1.4.5   Kerangka Berpikir

Penerapan metode belajar kelompok yang dilakukan guru untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa merupakan bentuk kreativitas dalam mengajar.  Melalui metode ini siswa saling berinteraksi dalam mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah bersama.   
Setiap ide yang dimiliki siswa dituangkan,ditampung untuk dilanjutnya dimodifikasi sebagai ide bersama dalam menyelesaikan permasalahan. 
Adanya metode belajar kelompok menjadikan aktivitas belajar siswa menjadi lebih tinggi.
Untuk kelancaran penerapan metode ini guru perlu mengeliminer dominasi  beberapa siswa, sehingga pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih merata. Secara sederhana penerapan metode belajar diskusi untuk meningkatkan ketuntasan belajar siswa dapat digambarkan dalam bentuk kerangka berpikir sebagaiberikut :







 


Berdasarkan gambar tersebut dapat ditelaah bahwa secara bersama-sama guru dan siswa melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) dengan posisi guru sebagai pengajar dan siswa sebagai subjek didik.
Selama proses pembelajaran terjadi, guru menggunakan metode pembelajaran yang disebut sebagai metode belajar kelompok. Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Dengan adanya penggunaan metode tersebut pada akhirnya diharapkan kualitas pembelajaran menjadi lebih baik, sehingga siswa memperoleh hasil belajaryang maksimal dalam belajarnya
1.4.6   Hipotesis Penelitian
Berdasarkan konsep tersebut, maka peneliti mengemukakan hipotesis penelitian yaitu sebagai berikut. “Penerapan model TGT dapat meningkatkan hasil belajar siswa mata pelajaran Matematika kompetensi dasar  Sistem persamaan linear dua variabel  pada siswa Kelas VIII.C Semester 1 SMP Negeri 3 Curup Tahun Pelajaran 2008/ 2009”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar